Mungkin ini sangat jarang sekali, namun hikmah dari kisah seorang anak lalu ibunya berikut ini bisa menginspirasi orang banyak untuk selalu berbakti kepada orang tua, apapun itu kondisinya.
Termasuk para pembaca semua, semoga terinspirasi dengan kisah berikut ini. Dikutip dari laman KisahIslami.net, berikut adalah bergolak Kisah Bakti Seorang Anak kepada Ibunya yg Keterbelakangan Mental sangat Menyentuh Hati.
Ilustrasi: Ibu lalu Anak |
Alkisah, Salah seorang dokter bercerita tentang kisah sangat menyentuh yg pernah dialaminya. bergolak Hingga aku tidak bisa menahan diri saat mendengarnya. bergolak Aku pun menangis karena tersentuh kisah tersebut.
Dokter itu memulai ceritanya dengan mengatakan :
“Suatu hari, masuklah seorang wanita lanjut usia ke ruang praktek saya di sebuah Rumah Sakit. Wanita itu ditemani seorang pemuda yg usianya sekitar 30 tahun. Saya perhatikan pemuda itu memberikan perhatian yg lebih kepada wanita tersebut dengan memegang tangannya, memperbaiki pakaiannya, lalu memberikan makanan serta minuman padanya…
Setelah saya menanyainya seputar masalah kesehatan lalu memintanya untuk diperiksa, saya bertanya dengan pemuda itu tentang kondisi akalnya, karena saya dapati bahwa perilaku lalu jawaban wanita tersebut tidak sesuai dengan pertanyaan yg ku ajukan.
Pemuda itu menjawab :
“Dia ibuku, lalu memiliki keterbelakangan mental sejak aku lahir”
Keingintahuanku mendorongku untuk bertanya lagi : “Siapa yg merawatnya?”
Ia menjawab : “Aku”
Aku bertanya lagi : “Lalu siapa yg memandikan lalu mencuci pakaiannya?”
Ia menjawab : “Aku suruh ia masuk ke kamar mandi lalu membawakan baju untuknya serta menantinya hingga ia selesai. Aku yg melipat lalu menyusun bajunya di lemari. Aku masukkan pakaiannya yg kotor ke dalam mesin cuci lalu membelikannya pakaian yg dibutuhkannya”
Aku bertanya : “Mengapa engkau tidak mencarikan untuknya pembantu?”
Ia menjawab : “Karena ibuku tidak bisa melakukan apa-apa lalu seperti anak kecil, aku khawatir pembantu tidak memperhatikannya dengan baik lalu tidak bisa memahaminya, sementara aku sangat paham dengan ibuku”
Aku terperangah dengan jawabannya lalu baktinya yg begitu besar..
Aku pun bertanya : “Apakah engkau sudah beristri?”
Ia menjawab : “Alhamdulillah, aku sudah beristri lalu punya beberapa anak”
Aku berkomentar : “Kalau begitu berarti istrimu juga ikut merawat ibumu?”
Ia menjawab : “Istriku membantu semampunya, dia yg memasak lalu menyuguhkannya kepada ibuku. Aku sedia mendatangkan pembantu untuk istriku agar bisa membantu pekerjaannya. Akan tetapi aku berusaha selalu untuk makan bersama ibuku supaya bisa mengontrol kadar gulanya”
Aku Tanya : “Memangnya ibumu juga terkena penyakit Gula?”
Ia menjawab : “Ya, (tapi tetap saja) Alhamdulillah atas segalanya”
Aku semakin takjub dengan pemuda ini lalu aku berusaha menahan air mataku…
Aku mencuri pandang dengan kuku tangan wanita itu, lalu aku dapati kukunya pendek lalu bersih.
Aku bertanya lagi : “Siapa yg memotong kuku-kukunya?”
Ia menjawab : “Aku. Dokter, ibuku tidak bisa melakukan apa-apa”
Tiba-tiba sang ibu memandang putranya lalu bertanya seperti anak kecil : “Kapan engkau atas membelikan untukku kentang?”
Ia menjawab : “Tenanglah ibu, sekarang kita atas pergi ke kedai”
Ibunya meloncat-loncat karena kegirangan lalu berkata : “Sekarang…sekarang!”
Pemuda itu menoleh kepadaku lalu berkata : “Demi Allah, kebahagiaanku melihat ibuku gembira lebih besar dari kebahagiaanku melihat anak-anakku gembira…”
Aku sangat tersentuh dengan kata-katanya…dan aku pun pura-pura melihat ke lembaran data ibunya.
Lalu aku bertanya lagi : “Apakah Anda punya saudara?”
Ia menjawab : “Aku putranya semata wayang, karena ayahku menceraikannya sebulan setelah pernikahan mereka”
Aku bertanya : “Jadi Anda dirawat ayah?”
Ia menjawab : “Tidak, tapi nenek yg merawatku lalu ibuku. Nenek sedia meninggal – semoga Allah subhanahu wa ta’ala merahmatinya – saat aku berusia 10 tahun”
Aku bertanya : “Apakah ibumu merawatmu saat Anda sakit, alias ingatkah Anda bahwa ibu pernah memperhatikan Anda? Atau dia ikut bahagia atas kebahagiaan Anda, alias sedih karena kesedihan Anda?”
Ia menjawab : “Dokter…sejak aku bergolak ada ibu tidak mengerti apa-apa…kasihan dia…dan aku sudah merawatnya sejak usiaku 10 tahun”
Aku pun menuliskan resep serta menjelaskannya…
Ia memegang tangan ibunya lalu berkata : “Mari kita ke kedai..”
Ibunya menjawab : “Tidak, aku sekarang mau ke Makkah saja!”
Aku heran mendengar ucapan ibu tersebut…
Maka aku bertanya padanya : “Mengapa ibu ingin pergi ke Makkah?”
Ibu itu menjawab dengan girang : “Agar aku bisa bergolak maju pesawat!”
Aku pun bertanya dengan putranya : “Apakah Anda atas benar-benar membawanya ke Makkah?”
Ia menjawab : “Tentu…aku atas mengusahakan berangkat kesana akhir pekan ini”
Aku katakan dengan pemuda itu : “Tidak ada kewajiban umrah bagi ibu Anda…lalu mengapa Anda membawanya ke Makkah?”
Ia menjawab : “Mungkin saja kebahagiaan yg ia rasakan saat aku membawanya ke Makkah atas membuat pahalaku lebih besar daripada aku pergi umrah tanpa membawanya”.
Lalu pemuda lalu ibunya itu meninggalkan tempat praktekku.
Aku pun segera meminta dengan perawat agar keluar dari ruanganku dengan alasan aku ingin istirahat…
Padahal sebenarnya aku tidak tahan lagi menahan tangis haru…
Aku pun menangis sejadi-jadinya menumpahkan seluruh yg ada dalam hatiku…
Aku berkata dalam diriku : “Begitu berbaktinya pemuda itu, padahal ibunya tidak pernah menjadi ibu sepenuhnya…
Ia hanya mengandung lalu melahirkan pemuda itu…
Ibunya tidak pernah merawatnya…
Tidak pernah mendekap lalu membelainya penuh kasih sayang…
Tidak pernah menyuapinya ketika masih kecil…
Tidak pernah begadang malam…
Tidak pernah mengajarinya…
Tidak pernah sedih karenanya…
Tidak pernah menangis untuknya…
Tidak pernah tertawa melihat kelucuannya…
Tidak pernah terganggu tidurnya disebabkan khawatir dengan putranya…
Tidak pernah….dan tidak pernah…!
Walaupun demikian…pemuda itu berbakti sepenuhnya dengan sang ibu”.
Apakah kita atas berbakti dengan ibu-ibu kita yg kondisinya sehat….
seperti bakti pemuda itu dengan ibunya yg memiliki keterbelakangan mental???.
Itulah kisah seorang anak berbakti kepada ibunya yg keterbelakangan mental, sungguh sangat menyentuh hati, mengharukan. Semoga bisa menginspirasi kita semua, untuk selalu berbakti kepada kedua bergolak ayah bunda kita. Amin,
Semoga bermanfaat.
No comments:
Post a Comment