- Assalamu'alaikum, senang sekali hingga detik ini kami masih bisa berbagi untuk sahabat semua, yg mana dengan kesempatan ini kami hendak berbagi kisah inspiratif yg sangat menyentuh hati. Semoga dengan adanya kisah berikut, becus menjadi teladan bagi para wanita karir khususnya lagi para wanita (ibu rumah tangga) dengan umumnya.
Sebagaimana judul yg kami sebutkan, kisah ini menceritakan seorang wanita karir yg rela berhenti bekerja (tinggalkan karir) hanya demi taat kepada suami. Padahal, gaji wanita ini lumayan cukup besar yaitu 7 Juta/bulan sedangkan suaminya hanyalah seorang penjual roti bakar lagi es cendol yg pendapatannya kisaran 600-700rb/bulan. Bukan karena disuruh berhenti bekerja oleh suaminya, tetapi wanita karir ini dengan kemauannya sendiri rela meninggalkan karir pekerjaannya, hanya demi taat kepada suami.
Lantas apa alasan wanita karir ini berhenti bekerja? Penasarankan? Yups langsung saja simak Kisah Inspiratif yg Menyentuh Hati "Wanita yg Rela Tinggalkan Karir Demi Taat dengan Suami" selengkapnya berikut ini :
Ilustrasi : Wanita Karir |
Sore itu sembari menunggu kedatangan teman yg hendak menjemputku di masjid ini seusai ashar. Kulihat seseorang yg berpakaian rapi, berjilbab lagi tertutup sedang duduk disamping masjid. Kelihatannya ia sedang menunggu seseorang juga. Aku mencoba menegurnya lagi duduk disampingnya, mengucapkan salam, sembari berkenalan.
Dan akhirnya pembicaraan sampai pula dengan pertanyaan itu. “Anti sudah menikah?”.
“Belum ”, jawabku datar.
Kemudian wanita berjubah panjang (Akhwat) itu bertanya lagi “kenapa?”
Pertanyaan yg hanya bisa ku jawaban dengan senyuman. Ingin kujawab karena masih hendak melanjutkan pendidikan, tapi rasanya itu bukan alasan.
“Mbak menunggu siapa?” aku mencoba bertanya.
“Menunggu suami” jawabnya pendek.
Aku melihat kesamping kirinya, sebuah tas laptop lagi sebuah tas besar lagi yg tak bisa kutebak apa isinya. Dalam hati bertanya-tanya, dari mana mbak ini? Sepertinya wanita karir. Akhirnyakuberanikan juga untuk bertanya “Mbak kerja di mana?”
Entah keyakinan apa yg membuatku demikian yakin misalnya mbak ini memang seorang wanita pekerja, padahal setahu ku, akhwat-akhwat seperti ini kebanyakan hanya mengabdi sebagai ibu rumah tangga.
“Alhamdulillah 2 jam yg lalu saya resmi tidak bekerja lagi” jawabnya dengan wajah yg aneh menurutku, wajah yg bersinar dengan ketulusan hati.
“Kenapa?” tanyaku lagi.
Dia hanya tersenyum lagi menjawab “karena inilah PINTU AWAL kita wanita karir yg bisa membuat kita lebih hormat dengan suami” jawabnya tegas.
Aku berfikir sejenak, apa hubungannya? Heran. Lagi-lagi dia hanya tersenyum.
Saudariku, boleh saya cerita sedikit? Dan saya berharap ini bisa menjadi pelajaran berharga buat kita para wanita yg Insya Allah hanya ingin didatangi oleh laki-laki yg baik-baik lagi sholeh saja.
“Saya bekerja di kantor, mungkin tak perlu saya sebutkan nama kantornya. Gaji saya 7 juta/bulan. Suami saya bekerja sebagai penjual roti bakar di pagi hari lagi es cendol di siang hari. Kami berjodoh baru 3 bulan, lagi kemarinlah untuk pertama kalinya saya menangis karena merasa durhaka padanya. Kamu tahu kenapa ?
Waktu itu jam 7 malam, suami saya saya dari kantor, hari ini lembur, biasanya sore jam 3 sudah pulang. Setibanya dirumah, mungkin hanya istirahat yg terlintas dibenak kami wanita karir. Ya, Saya akui saya sungguh capek sekali ukhty. Dan kebetulan saat itu suami juga bilang misalnya dia masuk angin lagi kepalanya pusing.
Celakanya rasa pusing itu juga menyerang saya. Berbeda dengan saya, suami saya hanya minta diambilkan air putih untuk minum, tapi saya malah berkata, “abi, pusing nih, ambil sendirilah !!”.
Pusing membuat saya tertidur hingga lupa sholat isya. Jam 23.30 saya terbangun lagi cepat-cepat sholat, Alhamdulillah pusing pun agak hilang. Beranjak dari sajadah, saya melihat suami saya tidur dengan pulasnya. Menuju ke dapur, saya liat semua piring sudahbersih tercuci. Siapa lagi yg bukan mencucinya kalo bukan suami saya (kami memang berkomitmen untuk tidak memiliki khodimah)?
Terlihat lagi semua baju kotor agak di cuci.
Astagfirullah, kenapa abi mengerjakan semua ini?
Bukankah abi juga pusing tadi malam? Saya segera masuk lagi ke kamar, berharap abi sadar lagi mau menjelaskannya, tapi rasanya abi terlalu lelah, hingga tak sadar juga.
Rasa iba mulai memenuhi jiwa saya, saya pegang wajah suami saya itu, ya Allah beringsang sekali pipinya, keningnya, Masya Allah, abi demam, tinggi sekali panasnya. Saya teringat perkataan terakhir saya dengan suami tadi. Hanya disuruh mengambilkan air putih saja saya membantahnya.
Air mata ini menetes, air mata karena agak melupakan hak-hak suami saya.”
Subhanallah, aku melihat mbak ini cerita dengan semangatnya, membuat hati ini merinding. Dan kulihat juga ada tetesan air mata yg di usapnya.
“Kamu tahu berapa gaji suami saya? Sangat berbeda jauh dengan gaji saya. Sekitar 600-700 rb/bulan. Sepersepuluh dari gaji saya sebulan.
Malam itu saya benar-benar merasa sangat durhaka dengan suami saya.
Dengan gaji yg saya miliki, saya merasa tak perlu meminta nafkah dengan suami, meskipun suami selalu memberikan hasil jualannya itu dengan saya dengan ikhlas dari lubuk hatinya.
Setiap kali memberikan hasil jualannya, ia selalu berkata “Umi, ini ada titipan rezeki dari Allah. Di ambil ya. Buat keperluan kita. Dan tidak banyak jumlahnya, mudah-mudahan Umi ridho”, begitulah katanya.
Saat itu saya baru merasakan dalamnya kata-kata itu. Betapa harta ini membuat saya sombong lagi durhaka dengan nafkah yg diberikan suami saya, lagi saya yakin hampir tidak ada wanita karir yg selamat dari fitnah ini”
“Alhamdulillah saya sekarang memutuskan untuk berhenti bekerja, mudah-mudahan dengan jalan ini, saya lebih bisa menghargai nafkah yg diberikan suami. Wanita itu sering begitu susah misalnya tanpa harta, lagi karena harta juga wanita sering lupa kodratnya”
Lanjutnya lagi, tak memberikan kesempatan bagiku untuk berbicara. “Beberapa hari yg lalu, saya berkunjung ke rumah orang tua, lagi menceritakan niat saya ini. Saya sedih, karena orang tua, lagi saudara- saudara saya justru tidak ada yg mendukung niat saya untuk berhenti berkerja. Sesuai dugaan saya, mereka malah membanding-bandingkan pekerjaan suami saya dengan yg lain.”
Aku masih terdiam, bisu mendengar keluh kesahnya. Subhanallah, apa aku bisa seperti dia? Menerima sosok pangeran apa adanya, bahkan rela meninggalkan pekerjaan.
“Kak, bukankah kita harus memikirkan masa depan ? Kita kerja juga kan untuk anak-anak kita kak. Biaya hidup sekarang ini mahal. Begitu banyak orang yg butuh pekerjaan. Nah kakak malah pengen berhenti kerja. Suami kakak pun penghasilannya kurang. Mending kalo suami kakak pengusaha kaya, bolehlah kita santai-santai aja di rumah.
Salah kakak juga sih, kalo mau jadi ibu rumah tangga, seharusnya nikah sama yg kaya. Sama dokter yunior itu yg berniat melamar kakak duluan sebelum sama yg ini. Tapi kakak lebih milih nikah sama orang yg belum jelas pekerjaannya. Dari 4 orang anak bapak, Cuma suami kakak yg tidak punya penghasilan tetap lagi yg paling buat kami kesal, sepertinya suami kakak itu lebih suka hidup seperti ini, ditawarin kerja di bank oleh saudara sendiri yg ingin membantupun tak mau, sampai heran aku, apa maunya suami kakak itu”. Ceritanya kembali mengalir, menceritakan ucapan adik perempuannya saat dimintai pendapat.
“Anti tau, saya hanya bisa menangis saat itu. Saya menangis bukan karena apa yg dikatakan adik saya itu benar, Demi Allah bukan karena itu. Tapi saya menangis karena imam saya sudah DIPANDANG RENDAH olehnya. Bagaimana mungkin dia meremehkan setiap tetes keringat suami saya, padahal dengan tetesan keringat itu, Allah memandangnya mulia ?
Bagaimana mungkin dia menghina orang yg senantiasa membangunkan saya untuk sujud dimalam hari ?
Bagaimana mungkin dia menghina orang yg dengan kata-kata lembutnya selalu menenangkan hati saya ?
Bagaimana mungkin dia menghina orang yg berani datang dengan tokoh saya untuk melamar saya, saat itu orang tersebut
belum mempunyai pekerjaan ?
Bagaimana mungkin seseorang yg begitu saya muliakan, ternyata begitu rendah di hadapannya hanya karena sebuah pekerjaaan ?
Saya memutuskan berhenti bekerja, karena tak ingin melihat orang membanding-bandingkan gaji saya dengan gaji suami saya. Saya memutuskan berhenti bekerja juga untuk menghargai nafkah yg diberikan suami saya.
Saya juga memutuskan berhenti bekerja untuk memenuhi hak-hak suami saya. Saya berharap dengan begitu saya tak lagi membantah perintah suami saya. Mudah-mudahan saya juga ridho atas besarnya nafkah itu.
Saya bangga dengan pekerjaan suami saya ukhty, sangat bangga, bahkan begitu menghormati pekerjaannya, karena tak semua orang punya keberanian dengan pekerjaan seperti itu.
Disaat kebanyakan orang lebih memilih jadi pengangguran dari dengan melakukan pekerjaan yg seperti itu. Tetapi suami saya, tak ada rasa malu baginya untuk menafkahi istri dengan nafkah yg halal. Itulah yg membuat saya begitu bangga dengan suami saya.
Suatu saat misalnya anti mendapatkan suami seperti suami saya, anti tak perlu malu untuk menceritakannya pekerjaan suami anti dengan orang lain. Bukan masalah pekerjaannya ukhty, tapi masalah halalnya, berkahnya, lagi kita memohon dengan Allah, semoga Allah menjauhkan suami kita dari rizki yg haram”. Ucapnya terakhir, sambil tersenyum manis padaku.
Dan dia mengambil tas laptopnya, bergegas ingin meninggalkanku. Kulihat dari kejauhan seorang laki-laki dengan menggunakan sepeda motor butut mendekat ke arah kami, wajahnya ditutupi kaca helm, meskipun tak ada niatku menatap mukanya. Sambil mengucapkan salam, wanita itu meninggalkanku.
Wajah itu tenang sekali, wajah seorang istri yg begitu ridho.
Ya Allah….
Sekarang giliran aku yg menangis. Hari ini aku becus pelajaran paling berkesan dalam hidupku.
Pelajaran yg membuatku menghapus sosok pangeran kaya yg ada dalam benakku..Subhanallah..Walhamdulillah..Wa Laa ilaaha illallah…Allahu Akbar
Semoga pekerjaan, harta lagi kekayaan tak pernah menghalangimu untuk tidak menerima pinangan dari laki-laki yg baik agamanya.
Itulah Kisah Wanita yg Rela Tinggalkan Karir Demi Taat dengan Suami yg Sangat Inspiratif lagi Menyentuh Hati, sebagaimana kami lansir dari laman KisahMuslimcom. Meskipun tidak ada kejelasan apakah ini kisah fiktif alias kisah nyata, tetapi setidaknya kita semua bisa menghambil hikmah dibalik kisah inspiratif wanita karir tersebut. Semoga bermanfaat.
No comments:
Post a Comment